Kamis, 02 April 2009

Sepenggal Catatan 2

Jumat tgl 3 juni 2005 mendengar khotbah sholat Jumat yaitu, mengingatkan bahwa ALLAH SWT menciptakan Adam sebagai mahluk disebut manusia sebagai khalifah Allah di alam semesta. Di lain bagian disampaikan bahwa, tidak Allah jadikan manusia dan jin kecuali untuk beribadah kepada NYA. Disisi lain disampaikan pula bahwa, kelak di hadapan ALLAH harus mempertanggung-jawabkan segalanya meliputi nikmat umur, nikmat ilmu, nikmat harta dan nikmat tubuh.
Sungguh suatu karunia tersendiri di mana selama ini prinsip bahwa kita hidup ini harus punya rasa malu dan takut agar setiap tindakan atau perbuatan yang akan diambil atau akan dilaksanakan telah sedikit banyak diketahui resiko atau hal-hal yang harus dipertanggung jawabkan, sehingga kelak di kemudian hari kita berpura pilon atau tidak mau tahu dan tidak merasa telah berbuat sesuatu yang seharusnya di pertanggung jawabkan minimal mengakui hal itu pernah dilakukan atau disaksii.
Dalam banyak ayat dan tafsir yang sempat dibaca, antara lain manusia yang termasuk pada golongan yang tidak diridhoi Allah swt ialah munafik. Apa itu munafik? Secara bebas dapat diartikan seseorang antara pikiran, ucapan dan laku tidak konsisten. Awal dari indikasi bahwa orang yang di kelompokkan dalam golongan munafik adalah orang yang pada mulanya ada tanda-tanda tidak samanya, apa yang ia pikirkan dengan yang ia ucapkan dan yang ia lakukan.
Apalagi hal-hal seperti itu telah menjadi hal yang rutin. Lebih celaka lagi, hal yang demikian dianggapnya hal yang biasa saja, bukan hal yang harus di perbaiki dan merasa ada kesalahan dalam sikap. Sekali lagi saya memohon ulasan ini tidak menyimpang atau suatu kesalahan tafsir, mudah-mudahan benar adanya, amin.
Ada tutur pinutur suku Jawa mengatakan becik ketitik olo ketoro dan ngono yo ngono nanging ojo ngono, selain itu sebeja beja wong sing lali isik beja wong sing iling lan waspodo. Juga ada kata-kata mutiara memberikan peringatan bahwa rasa penyesalan apa saja tidak akan pernah ada di awal proses laku. Selamanya dan selalu penyesalan itu ada diakhir proses laku. Karenanya dengan belajar dan bercermin diri dari pengalaman sendiri atau orang lain terutama orang tua atau keluarga dekat dan guru perlu dijadikan acuan atau pedoman dalam kita mendewasakan cara proses fikir, ucap dan laku sebelum bertindak lebih jauh.
Semua ini adalah berdasarkan latihan-latihan yang sering saya lakukan dalam catatan-catatan yang lalu di dalam buku-buku. Lancar kaji karena diulang-ulang pasat jalan karena ditempuh, demikian tutur pinutur orang Minang. Banyak sekali pelajaran yang boleh dan dapat kita pelajari secara lebih sabar dan teliti bahwa tutur pinutur atau peribahasa atau kata-kata mutiara dimana mengandung makna dan arti yang dalam dan luas adanya.
Hanya saja kita kurang mau sabar dan sedikit teliti untuk mengkaji secara cermat dan memerlukan waktu sampai keujung pengertian yang dimaksud atau dimaui oleh kata-kata tersebut. Memang hampir meliputi segala sesuatu itu tidak hanya cukup dibaca atau dilihat hanya sepintas atau sambil lalu, kita akan mendapatkan sesuatu yang bernilai dan berharga tinggi. Untuk mendapatkan sesuatu yang kadar dan nilainya tinggi kita harus melalui jenjang proses perjuangan yang setara dengan nilai yang kita harapkan, kita cita-citakan sebelumnya.
Suatu proses sendiri diperlukan berbagai unsur diantaranya unsur waktu. Semakin tinggi cita-cita sesuai dengan lamanya waktu yang dibutuhkan. Dengan kata lain kita harus mau dan bersedia bersusah payah dan juga mau berkorban hal-hal yang terkait, yang mesti biaya, tenaga, pikiran dan kembali unsur waktu tak ketinggalan. Jadi istilah jawa jer besuki mowo beo, saya sangat setuju sekali dengan kata-kata tersebut.
Kata-kata lain yang juga sering dan selalu secara spontan seperti, berakit-rakit ke hulu berenang-renang ketepian. Bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian. Ada lagi berburu kepadang datar mendapat rusa belang kaki;berguru kepalang ajar;bak bunga kembang tak jadi. Hal-hal seperti tersebut diatas bukan sekedar dibaca dan diulang-ulang, akan tetapi selalu dan sering diasah, diasuh dan diasih. Maksudnya ditimang-timang dan dipikir-pikir apa gerangan sebenar maksud kalimat-kalimat tadi. Itu semua sebagai acuan atau pembanding di dalam kita memproses rencana langkah yang akan kita lakukan atau laksanakan sebelumnya.
Masih banyak hal yang bisa kita buat sebagai acuan atau cermin diri sehingga bentuk, warna, rasa, makna dan citra pola perilaku kita dari waktu kewaktu dapat diasah sehingga dapat membetuk indra ke enam yang secara proses akan memberi bantuan dalam mencari solusi atau langkah-langkah penyelesaian sesuatu permasalahan yang kita sedang atau akan kita hadapi. amin.
continued...

Tidak ada komentar: